Perayaan Hari Kartini: Keadilan Gender dan Ekonomi untuk Perempuan, Perempuan Tolak Diskriminasi dan Kemiskinan

Perayaan Hari Kartini: Keadilan Gender dan Ekonomi untuk Perempuan, Perempuan Tolak Diskriminasi dan Kemiskinan

Pengurus Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama (PW Fatayat NU) dan Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) bekerjasama dengan Aksi! for gender, social and ecological justice  menyelenggarakan kegiatan Konsultasi Perempuan dengan tema Menghadapi Ketimpangan Ekonomi dan Menguatkan Suara Komunitas pada Kamis, (18/11/2021) lalu di Ambon.

Konsultasi ini dihadiri oleh perempuan dari berbagai latar belakang yang berasal dari beberapa wilayah di Maluku, yakni kota Ambon, Leitimur, Seram Bagian Barat, dan Maluku Tengah. Peserta terdiri dari perempuan petani, perempuan nelayan/pesisir, perempuan papalele, perempuan adat, perempuan miskin kota, perempuan pekerja informal, perempuan pendamping korban, perempuan disabilitas, dan perempuan penyintas bencana.

Keberpihakan negara terhadap perempuan dirasa sangat kurang, khususnya bagi perempuan miskin. Perempuan hingga hari ini terus mengalami ketidakadilan, mulai dari kehidupan pribadi, rumah tangga, sosial, hingga bernegara. Perempuan mengalami beban ganda, suara perempuan masih dianggap tidak penting, kurangnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, bahkan jaminan yang dibutuhkan seperti kesehatan, pendidikan, hingga subsidi pemerintah masih sulit diakses oleh perempuan.

Berdasarkan konsultasi perempuan yang dilakukan, diperoleh informasi tentang pengalaman peserta yang meliputi kehidupan pribadi, rumah tangga, hubungan sosial, dan bernegara, yaitu perempuan masih mengalami diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan  dalam setiap lini kehidupannya.

Perempuan di Maluku masih mengalami ketimpangan dan ketidakadilan yang berlapis. Berbagai identitas yang dimiliki seorang perempuan turut menentukan banyaknya lapisan tersebut, dan ketimpangan gender akibat norma patriarki telah menempatkan perempuan di dalam posisi tidak adil. Pengambilan keputusan di dalam keluarga, masyarakat, hingga negara, seringkali mengabaikan kepentingan dan kehendak perempuan. Bagi perempuan miskin, seperti  buruh tani, buruh migran, nelayan, masyarakat adat, ataupun miskin kota, lapisan ketidakadilan tersebut bertambah dengan tidak adanya akses dan kontrol terhadap sumber kehidupan. Situasi pandemi Covid-19 hingga bencana iklim yang terjadi, semakin membuat parah ketimpangan dan ketidakadilan yang sudah mereka alami.

Kemiskinan dan ketimpangan gender dan ekonomi yang dialami oleh perempuan di Maluku disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; kurangnya akses ke program bantuan pemerintah; akses ke pelayanan administrasi negara; dan akses ke sumber daya alam. 

“Selain kesulitaan mendapatkan program pemerintah seperti PKH, BLT, dll,  mereka juga kesulitan mengakses program sertifikasi tanah (Prona). Sementara untuk mengurus sertfikat secara mandiri biayanya mahal dan mereka tidak memiliki biaya. Perempuan sebagai kepala keluarga tunggal juga tidak mudah mendapatkan akses bantuan yang selama ini diberikan ke kepala keluarga laki-laki/suami. Mereka harus mengurus adminsitrasi terlebih dahulu sebagai kepala keluarga.” ujar Hilda Rolobessy dari Pengurus Wilayah Fatayat NU Maluku.  

Beberapa contoh kemiskinan perempuan di Maluku juga disebabkan karena  akses ke sumber daya alam yang semakin sulit. 

“Masyarakat yang  dulunya mendapat penghasilan dari alam menjadi hilang karena  berbagai program/proyek dan kebijakan pemerintah. Saat ini untuk mencari  ikan ke laut dengan jenis ikan laut dalam, nelayan harus mendapatkan ijin dari  pemerintah yang dulunya tidak perlu dilakukan, karenanya beberapa nelayan memindahkan usaha budidaya ikan ke darat.” ungkap Marhaini Nasution dari Aksi! untuk keadilan gender, sosial dan ekologi. 

 

Jumlah penduduk miskin ekstrem di Maluku mencapai 97.747 jiwa dengan total jumlah rumah tangga miskin ekstrem 22.110 rumah tangga. Jumlah tersebut terdiri dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan tingkat kemiskinan ekstrem 18,76% dan jumlah penduduk miskin ekstrem 21.270 jiwa; Kabupaten Maluku Tenggara dengan tingkat kemiskinan ekstrem 13,65 % dan jumlah penduduk miskin ekstrem 13.660 jiwa; Kabupaten Maluku Tengah dengan tingkat kemiskinan ekstrem 10.53% dan penduduk miskin ekstrem 39.400 jiwa; Kabupaten Seram Bagian Timur dengan tingkat kemiskinan ekstrem 12,73%  dan jumlah penduduk miskin ekstrem 14.750 jiwa; serta Kabupaten Maluku Barat Daya dengan tingkat kemiskinan ekstrem 14,43 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 10.580 jiwa.

“Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh LAPPAN pada 2021 mencapai 198 kasus yang meliputi Kota Ambon, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Pada 2022, sejauh ini terdapat 42 kasus yang terdiri dari kasus terbanyak KDRT dan kekerasan seksual; pemerkosaan, pencabulan, dan percobaan pemerkosaan. Kasus-kasus kekerasan akibat konflik agama dan transmigrasi juga masih terjadi yang menyebabkan semakin dalamnya tingkat keparahan kemiskinan perempuan” ungkap Bai Tualeka Direktur Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPAN). 

Berdasarkan hasil tersebut kami menyerukan enam tuntutan yakni:

1. Menuntut pemerintah untuk menyediakan permodalan bagi UMKM perempuan

2. Perlindungan dan pemulihan yang komprehensif bagi penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Maluku

3. Memperbaiki data administrasi penduduk (adminduk)  untuk memperbarui data kemiskinan karena kebanyakan perempuan yang tidak memiliki data adminduk tidak dapat mengakses bantuan sosial

4. Memfasilitasi kelompok-kelompok sektor informal, papalele, nelayan, petani, industri rumahan, dalam peningkatan kapasitas dan pemasaran hasil-hasil produksi

5. Mengedukasi masyarakat tentang pengarusutamaan gender dalam berbagai sektor untuk mengurangi dampak diskriminasi, baik di ruang privat maupun publik

6. Meningkatkan kapasitas dan mendorong partisipasi perempuan dalam segala kehidupan

 

Narahubung:

Bai Tualeka: 081289340778

Iftin Yuninda: 082248210443

Kinanti Munggareni: 085715878394