Wujudkan reforma agraria yang adil bagi perempuan, akhiri ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender

Wujudkan reforma agraria yang adil bagi perempuan, akhiri ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender

24 September adalah hari Tani Nasional Yang bertepatan dengan pengesahan UU No.5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Momentum mengenangkan kita pada perjuangan kaum tani untuk bebas dari segala bentuk penderitaan. Namun, 63 tahun sejak pengesahannya, UUPA masih belum mampu menjawab situasi ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender yang dihadapi perempuan tani di perkotaan maupun di pedesaan.Berbagai produk hukum yang dikeluarkan pemerintah malah melegitimasiperampasan tanah dan sumberdaya kehidupan perempuan, termasuk hutan. Kebijakan tersebut antara lain adalah UU No.2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang kemudian disederhanakan melalui Undang-Undang No. 2 tahun 2022 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.Banyaknya produk hukum yang melegitimasi alih fungsi lahan pertanian produktif perempuan, memicu semakin tingginya konflik agraria di Indonesia. Konsultasi 10 kota oleh Aksi! for gender, social and ecological justice menemukan fakta bahwa sekitar 120 perempuan sedang menghadapi konflik agraria akibat alih fungsi lahan secara paksa untuk perkebunan skala besar milik negara, seperti PTPN II di Jayapura, PT Toba Pulp Lestari di Parapat, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di Bengkulu, PTPN XIV di Kabupaten Takalar dan konflik ruang laut akibat reklamasi di Pulau Pari-Jakarta Utara, serta perusahaan lainnya baik swasta maupun milik negara. Akses perempuan ke tanah, hutan dan sumber-sumber kehidupan lainnya semakin sulit akibat masuknya proyek-proyek pertambangan dan perkebunan sawit, tebu dan monokultur lainnya, demikian juga hutan menjadi kering dan rusak.Perempuan tidak hanya kehilangan sumber pangan untuk kebutuhan makan setiap hari, tetapi juga kehilangan hasil hutan seperti tanaman tradisional yang diolah menjadi obat-obatan, madu, kayu, rotan, dan lainnya, serta semakin sulit untuk mendapatkan air bersih akibat monopoli penggunaan air oleh proyek-proyek tersebut.Indonesia sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya adalah petani, sudah seharusnya pemerintah menjalankan tanggung jawab untuk memenuhi, melindungin dan menghormati hak perempuan petani, baik dalam aspek kepemilikan, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh dari hasil pengelolaan sumber daya alamnya.Pemerintah harus mewujudkan reforma agraria yang adil bagi perempuan untuk mengakhiri ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender yang terjadi di Indonesia.“Para perempuan ingin agar pemerintah mengembalikan sumber-sumber kehidupan mereka yang rusak atau hilang akibat aktivitas proyek-proyek pembangunan. Pemerintah perlu memastikan jaminan hak bagi perempuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan segera merumuskan regulasi tentang perlindungan hak petani yang berhadapan dengan konflik agraria di Indonesia”, ucap Risma Umar, Aksi! for gender, social and ecological justice Jakarta, 23 September 2023 Aksi! for gender, social and ecological justice Kontak Person : 1. Marhaini Nasution : 0813-1403-5438 2. Fandy Eyato : 0822-9340-2404