Pilkada 2024: Momentum Memeriksa Komitmen dan Agenda Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan

Jakarta, 9 Oktober 2024 – Pemilihan suara kepala daerah (Pilkada) 2024 dijadwalkan pada 27 November. Pilkada bukan sekadar ajang politik, tetapi juga kesempatan untuk melihat sejauh mana para calon penyelenggara negara memiliki komitmen terhadap penghapusan feminisasi kemiskinan: sebuah gejala ekonomi dan sosial di mana makin banyak perempuan menjadi miskin yang diiringi dengan kekerasan berbasis gender seperti diskriminasi, KDRT, kekerasan dan eksploitasi seksual. 

Situasi kemiskinan perempuan Indonesia akibat ketidakadilan gender, keterbatasan akses atas pendidikan, kesehatan dan modal, kehilangan sumber kehidupan akibat perampasan lahan dan sumberdaya alam lainnya demi kepentingan proyek-proyek investasi, infrastruktur, dan ekstraksi, selama beberapa dekade terakhir belum teratasi. Kehadiran krisis utang, krisis kesehatan Covid dan krisis iklim dalam beberapa tahun terakhir, makin meningkatkan feminisasi kemiskinan,  terutama mereka yang rentan seperti pekerja informal, perempuan pedesaan dan pesisir, serta perempuan urban marginal.  

Beberapa contoh situasi ini: Perempuan di sektor informal kerap bekerja tanpa henti selama hampir 18,5 jam setiap hari, dengan penghasilan yang tidak sebanding dengan biaya hidup. Proyek reklamasi pantai di Jakarta atau proyek pelabuhan baru di Makassar menyebabkan keluarga nelayan kehilangan akses ke laut sebagai sumber penghasilan. Krisis utang luar negri Indonesia, menyebabkan pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  pemerintah dari 10% menjadi 11% di tahun 2022, akan menjadi 12% paling lambat tanggal 1 Januari 2025. PPN ini akan sangat memberatkan kehidupan keluarga perempuan miskin, apalagi yang memiliki anak Balita.

Tantangan kepada para calon Pilkada 2024: 

Konsultasi yang dilakukan Aksi! dan organisasi perempuan di 10 wilayah dan nasional selama tahun 2022-2024 mengenai situasi ketidakadilan gender dan ketimpangan ekonomi, mencatat beberapa temuan sebab dan akibat feminisasi kemiskinan di Indonesia yang merupakan tantangan kepada para calon kepala daerah dalam Pilkada 2024, yaitu: 

  1. Bagaimana menjamin hak-hak perempuan nelayan dan menyediakan akses yang adil bagi mereka untuk bantuan alat tangkap dan pasar layak untuk menjual hasil tangkapan?
  2. Bagaimana menyediakan lahan pertanian, air bersih, dan bantuan pendidikan serta kesehatan gratis bagi masyarakat miskin?
  3. Langkah-langah apa yang akan dan perlu dilakukan untuk menghentikan proyek-proyek infrastruktur, investasi dan ekstraksi yang menggusur perempuan dari sumber-sumber penghidupan mereka? 
  4. Tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengkaji ulang program-program pembangunan yang tidak memperhitungkan dampak terhadap perempuan dan masyarakat miskin?
  5. Bagaimana memperbaiki dan menyiapkan data kemiskinan dan penyaluran bantuan sosial yang tepat sasaran, serta pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan?
  6. Tindakan apa yang akan dilakukan untuk melindungi hak buruh, melakukan evaluasi izin tambang, dan menghentikan eksploitasi sumber daya di wilayah-wilayah yang terdampak berat. 

Pilkada 2024 merupakan momen di mana para calon kepala daerah memperlihatkan visi, komitmen dan rencana untuk penghapusan feminisasi kemiskinan di wilayah mereka masing-masing. Pilihan perempuan terhadap kepala daerahnya tentunya berdasarkan keyakinan para perempuan tersebut bahwa para calon memiliki visi dan rencana nyata dalam memberdayakan perempuan dan mengatasi kemiskinan yang selama ini melanggengkan ketidakadilan gender di wilayah mereka, siap mendengar suara perempuan, terlibat aktif dalam menciptakan kebijakan yang responsif gender, dan membangun masa depan yang lebih setara bagi semua.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

Renie Aryandani (082292282338)

Public Information and Communication Staff

Aksi! for gender, social and ecological justice.