
Pemilu 2024 : Janji Pemilu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden – membuka peluang korupsi, konflik kepentingan dan utang luar negeri
Jakarta, 16 Februari 2024. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden telah berlangsung tanggal 14 Februari. Serangkaian tahapan pemilu yang diikuti seluruh pasangan calon, mulai debat hingga kampanye akbar, menjadi ruang untuk menarik simpati dan suara pemilih lewat janji-janji program: mulai makan siang gratis bagi anak sekolah, listrik gratis bagi penerima subsidi, pupuk gratis bagi petani hingga internet gratis.Untuk mengentaskan kemiskinan, mencegah stunting dan gizi buruk ada janji program makan dan minum susu gratis bagi anak sekolah dan pesantren, gizi untuk anak balita dan perempuan hamil. Tentu saja slogan ini tidak menjelaskan lebih detil, misalnya apakah makan dan susu gratis akan diberikan setiap hari, satu minggu sekali, satu bulan sekali, atau mungkin satu tahun sekali? Karena sehubungan dengan penyediaan makan dan minum gratis bagi anak sekolah secara massal, banyak pertanyaan, misalnya bagaimana kualitas makanan dan gizinya, siapa penyedianya dan sumber anggarannya. Katanya, untuk program makan gratis, diperkirakan akan menggunakan anggaran sebesar Rp 450 triliun tiap tahun.Ada juga paslon yang menjanjikan program internet gratis untuk memudahkan mengakses informasi dan pengetahuan melalui media sosial, untuk mewujudkan kesetaraan akses internet di seluruh Indonesia. Biayanya diperkirakan sebesar Rp. 500 triliun untuk keseluruhan program. Bagaimana dengan keamanan digital, pendampingan anak dalam menghadapi kriminalitas lewat internet ataupun menghadapi tayangan yang tidak mendidik seperti kekerasan dan pornografi? Itu beberapa pertanyaan dari sekian banyak persoalan sehubungan dengan internet.Paslon lain menjanjikan listrik gratis bagi rakyat miskin, yaitu bagi mereka yang menggunakan daya listrik sebesar 450 VA dan 900 VA. Janji paslon untuk memberikan pupuk gratis juga perlu dipertanyakan. Pupuk produksi industri mana yang nanti akan dibeli dan dibagikan kepada petani? Bukankah itu membuka peluang korupsi saat penyediaan dan nepotisme pada saat pembagian? Hal-hal ini membuka peluang konflik kepentingan yang menajam di masyarakat dan birokrat.Memang enteng mengumbar janji saat kampanye dengan program-program pragmatis yang sebetulnya tidak secara struktural mengubah sistem perekonomian yang tidak adil bagi rakyat yang kini tengah berlangsung. Dilansir dari pemberitaan CNN Indonesia, utang Indonesia berada di posisi US$407,1 miliar atau Rp6.349 triliun (asumsi kurs Rp.15.596 per dolar AS). Kelihatannya, utang luar negeri akan meningkat untuk memenuhi janji-janji program tersebut. Atau, dorongan investasi asing dan elit ekonomi domestik ke sektor ekstraktif, infrastruktur, perkebunan, perikanan dan lainnya untuk bisa menghasilkan dana. Namun investasi seperti ini yang justru akan mendorong perampasan tanah dan sumberdaya kehidupan rakyat seperti yang terus berlangsung sampai sekarang. Anak mendapat makan siang dan susu gratis, ada internet gratis dengan listrik yang memadai, tetapi tanah keluarga dirampas dan sumber-sumber kehidupan hilang. Sejauh itukah para paslon berpikir? Atau memang pikiran mereka jangka pendek saja untuk memenangkan pemilu.Program para paslon seharusnya mencerminkan perubahan struktural dari ekonomi ekstraktif dan eksploitatif ke ekonomi yang berorientasi kepada kepentingan rakyat, bukan kepentingan investor asing dan elit ekonomi domestik. Misalnya, program mengembalikan subsidi pendidikan dan kesehatan yang dihapus lewat tekanan IMF. Subsidi pendidikan misalnya pendidikan gratis dari TK sampai SMA dan bahkan universitas dengan jaminan tidak ada pungutan biaya sampingan dari pihak penyelenggara pendidikan. Subsidi kesehatan dengan biaya kesehatan semurah-murahnya dan jaminan kualitas pelayanan kesehatan yang terbaik. Termasuk di dalam subsidi ini harusnya kesehatan reproduksi perempuan.Menghapus monopoli PLN sebagai produsen dan penjual listrik merupakan sebuah program struktural yang bisa membuat harga listrik menjadi murah bagi siapa saja dan memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan inisiatif masyarakat untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan sendiri dan dapat dijual ke negara.“Menyedihkan bahwa janji-janji program yang pragmatis seperti itu, justru membuka peluang korupsi dan konflik kepentingan, peningkatan utang luar negeri, melanggengkan kekuasaan investasi asing dan elit ekonomi domestik yang ekstraktif dan eksploitatif. Pada gilirannya, perubahan struktural ekonomi yang adil bagi rakyat menjadi lebih sulit terwujud dan malah kemiskinan akan terus berlangsung”. Titi Soentoro, Aksi! for gender, social and ecological justice.